Sunday, August 2, 2009

9 Nasib Sa’d bin ‘Ubâdah

9

Nasib Sa’d bin ‘Ubâdah

K

embali kepada pidato ‘Umar tentang pemimpin Anshâr, Sa’d bin ‘Ubâdah, yang lafalnya: “Sambil bertindak demikian, kami meloncat ke arah Sa’d bin ‘Ubâdah, dan seseorang mengatakan ‘Kamu membunuhnya’. saya kata­kan, ‘Allâh yang membunuhnya’.[1]

Dari pidato ‘Umar ini dapat diambil kesimpulan bahwa ‘Umar, atau rombongan ‘Umar, meloncat hendak membunuh Sa’d bin ‘Ubâdah, dan ia tidak menceritakan apakah Sa’d bin ‘Ubâdah terbunuh pada saat itu atau tidak. Tetapi nampak seakan-akan Sa’d bin ‘Ubâdah telah mati terbunuh, dan orang menuduh ‘Umar yang membunuhnya, lalu ‘Umar mengatakan bahwa Allâh yang membunuh Sa’d bin ‘Ubâdah.

Menurut Ya’qûbi, pada saat itu keadaan sedang gaduh, dan orang-orang melangkahi permadani tempat Sa’d bin ‘Ubâdah duduk. Penga­wal Sa’d berteriak:

“Minggir, beri ruang agar Sa’d dapat bernafas.”

Pada saat itu ‘Umar berseru:

“Bunuh Sa’d, mudah-mudahan Allâh membunuhnya!”

‘Umar lalu mendekati Sa’d bin ‘Ubâdah seraya berkata:

“Saya ingin menginjak engkau sampai remuk!”

Putra Sa’d bin ‘Ubâdah, Qais, berteriak kepada ‘Umar:

“Bila engkau menyentuh sehelai rambutnya, akan aku rontokkan semua gigimu!”

Abû Bakar berteriak:

“Umar, tenang! Dalam keadaan seperti ini, kita perlu ketenangan!”

‘Umar pergi meninggalkan Sa’d, tetapi Sa’d berteriak:

“Bila aku dapat berdiri, aku akan membuat huru-hara di kota Madînah, agar engkau dan teman-temanmu bersembunyi ketakutan. Kemudian aku akan menjadikanmu pelayan, bukan penguasa.”

Lalu ia berpaling kepada orang-orangnya dan berkata:

“Bawalah saya dari tempat ini!”

Mereka pun membawanya pergi.

“Diriwayatkan[2], beberapa waktu kemudian seorang utusan telah dikirim untuk mengajaknya membaiat Abû Bakar: ‘Karena orang-orang dan kaummu sendiri sudah membaiat!’. Sa’d bin ‘Ubâdah:

“Demi Allâh, aku bersama keluargaku dan kaumku yang masih patuh kepadaku akan memerangimu dengan panah, tombak dan pisau. Demi Allâh, andaikata seluruh jin dan manusia berkumpul membantumu, aku tetap tidak akan membaiatmu, sampai aku melaporkannya kepada Tuhanku Yang Maha Mengetahui tentang hisab-ku’.

Dan tatkala Abû Bakar mendengar berita ini. ‘Umar lalu berkata pada Abû Bakar:

‘Jangan tinggalkan sebelum dia membaiat!’

Dan Basyîr bin Sa’d menyela:

‘Ia adalah seorang kepala batu dan ia telah menolak untuk mem­baiat. Ia tidak akan membaiat sampai ia terbunuh. Kalau ia dibu­nuh, harus dibunuh juga anaknya, keluarganya dan sebagian dari kaumnya. Maka lebih baik, tinggalkan! Ia tidak akan merugikan kamu. Ia hanya seorang diri!’

Mereka meninggalkannya. Sejak itu Sa’d tidak salat bersama mere­ka, tidak berkumpul dengan mereka, tidak juga naik haji bersama mereka dan tidak mengikuti kegiatan mereka. Hal ini berjalan terus sampai Abû Bakar meninggal dan digantikan ‘Umar.”[3]

“Dan tatkala ‘Umar menjadi khalîfah, sekali ia bertemu dengan Sa’d di salah satu jalan Madînah:

‘Umar: ‘Hai Sa’d!’

Sa’d : ‘Hai ‘Umar!’

‘Umar: ‘Bagaimana! Masih ngotot pada pendirianmu?’

Sa’d: ‘Ya, sekarang kekuasaan telah dialihkan kepadamu, demi Allâh sahabatmu lebih kami sukai dari dirimu. Dan demi Allâh aku makin tidak suka menjadi tetanggamu!’

‘Umar:”Kalau tidak menyukai tetangga, maka pergilah meninggal­kannya!’

Sa’d: ‘Aku tahu, dan aku akan pergi kepada tetangga yang lebih baik dari Anda!’

Dan tidak lama kemudian ia pergi ke Syam pada permulaan kehkila­fahan ‘Umar”.[4]

Dan Balâdzurî meriwayatkan:

“Sa’d bin ‘Ubâdah tidak membaiat Abû Bakar dan ia pergi ke Syam. ‘Umar mengirim seseorang dengan berpesan: ‘Ajaklah ia agar mem­baiat dan biarkan dia menetap di sana, dan bila ia menolak maka serahkanlah dia kepada Allâh, dan utusan tersebut menemui Sa’d di pinggir kota Hauran dan memintanya untuk berbaiat.

Sa’d :’Aku tidak akan membaiat orang Quraisy untuk selamanya’.

Jawab:’Aku akan membunuhmu!’

Sa’d :’Biar kau membunuhku!’

Jawab:’Apakah engkau akan keluar dari tempat di mana umat telah masuk?’

Sa’d: ‘Mengenai baiat maka memang aku keluar!’

Maka laki-laki itu pun menombaknya dan meninggallah Sa’d”.[5]

“Dalam riwayat lain, mereka mengirim Muhammad bin Maslamah al-Anshârî dan ia menombaknya. Dan dikatakan bahwa Khâlid bin Walîd pada waktu itu berada di Syam dan ia membantu membunuh Sa’d”[6].

Mas’ûdî meriwayatkan:

“Dan Sa’d bin ‘Ubâdah tidak membaiat dan ia pergi ke Syam dan ia dibunuh di sana pada tahun 15 Hijriah.”[7]

Dan Dalam riwayat Ibnu ‘Abd Rabbih:

“Sa’d bin ‘Ubâdah dibunuh dengan tombak yang membenam ke tubuhnya dan meninggal. Dan jin menangisinya sambil membaca syair:

Kami membunuh Sa’d bin ‘Ubâdah, pemimpin Khazraj!

Kami rodokkan dua tombak kejantungnya, dengan tepat[8]

Ibnu Sa’d meriwayatkan:

“Ia sedang duduk sambil kencing, kemudian ia dibunuh dan mati di tempat. Waktu mayatnya ditemukan, kulitnya telah menghijau.[9]

Dan dalam Usdu’l-Ghâbah:

“Sa’d tidak membaiat Abû Bakar dan ‘Umar. Ia pergi ke Syam dan tinggal di Hauran sampai meninggal tahun 15 Hijriah. Tidak dira­gukan lagi ia meninggal di tempat mandinya. Tubuhnya telah menghijau dan orang tidak mengetahui bahwa ia telah meninggal sampai mereka mendengar suara orang yang tidak kelihatan berasal dari sumber air.[10]

Ahli-ahli sejarah mengatakan bahwa jinlah yang membunuh Sa’d: “Jin-jin yang beriman tidak menyukai Sa’d bin ‘Ubâdah melawan Abû Bakar, maka jin-jin itu pun membunuhnya.”

Ibn Abîl-Hadîd menulis:

Ada lagi yang menceritakan bahwa Sa’d meninggal dibunuh jin karena ia pada suatu malam kencing di padang pasir sambil ber­diri. Dan peristiwa ini termasyhur dengan adanya dua bait syair. Diceritakan bahwa kedua bait syair ini terdengar dibacakan malam hari tatkala ia dibunuh, dan pembacanya tidak terlihat:

Kami membunuh Sa’d bin ‘Ubâdah, pemimpin Khazraj!

Kami merodokkan dua tombak ke jantungnya, dengan tepat

Dan orang-orang berkata bahwa pemimpin Syam pada masa itu adalah orang yang melemparkan dua buah tombak kepadanya dan ia lari ke padang pasir dengan membawa kedua tongkat yang tertancap di dadanya. Dan dia dibunuh karena tidak mau membaiat dan patuh pada pemimpin, dan orang membuat syair sindiran:

Mereka katakan jin menombak Sa’d, di ulu hati,

Aneh, orang mensahkan agama dengan menipu diri,

Dan apa dosa Sa’d, bila ia kencing berdiri,
Sejujurnya karena tidak membaiat Abû Bakar, maka ia mati,
Orang bisa menahan diri dari nikmatnya kehidupan,
Tapi tidak dari nikmatnya kekuasaan.[11]



[1] Thabarî, Târîkh, jilid 4, hlm. 52; Ibnu Qutaibah, al-Imâmah wa’s Siyâsah, jilid 1, hlm. 18; Mas’ûdî, Murûj adz-Dzahab, jilid 1, hlm. 414; Ibnu ‘Abd Rabbih, ‘Iqd al-Farîd, jilid 2, hlm. 254.

[2] Thabarî, ibid, jilid 3, hlm. 459; Ibnu Atsîr, Târîkh, jilid 2, hlm. 126; Kanzu’l-’Ummâl, jilid 3, hlm. 134; Imâmah wa’s-Siyâsah, jilid 1, hlm. 10; Sîrah al-Halabiyah , jilid 4, hlm. 397.

[3] Muhibbuddîn Thabarî, Ar-Riyâdh an-Nadhirah, jilid 1, hlm. 168

[4] Ibnu Sa’d, Thabaqât al-Kubrâ, jilid 3, hlm. 140; Ibnu ‘Asâkir, jilid 6, hlm. 90; Kanzu’l-’Ummâl, jilid 3, hlm. 134; Halabiyah, jilid 3, hlm. 397.

[5] Ansâb al-Asyrâf, jilid 1, hlm. 589; ‘Iqd al-Farîd, jilid 3, hlm. 64-65 dengan sedikit perbedaan.

[6] Thabshirah al-’Awam, al-Majlis, Teheran, hlm. 32

[7] Mas’ûdî, Murûj Adz-Dzahab, jilid 1, hlm. 414 dan jilid 2, hlm. 194

[8] ‘Iqd al-Farîd, jilid 4, hlm. 259-260

[9] Ibnu Sa’d, Thabaqât al-Kubrâ, jilid 3, hlm. 145; Abû Hanîfah, al-Ma’ârif, hlm. 113

[10] Istî’âb, jilid 2, hlm. 37

[11] Ibn Abîl-Hadîd, Syarh Nahju’l-Balâghah, jilid 10, hlm. 111.

No comments:

Post a Comment